Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menelusuri aset-aset tanah milik Bupati nonaktif Probolinggo, Puput Tantriana Sari dan suaminya, yang juga anggota nonaktif DPR dari Fraksi Nasdem, Hasan Aminuddin. Aset tanah yang tersebar di sejumlah wilayah di Probolinggo itu diduga berasal dari dugaan suap jual beli jabatan dan gratifikasi yang menjerat Puput dan Hasan. Pasangan suami istri itu diketahui juga menyandang status tersangka pencucian uang.
Penelusuran aset-aset milik Puput dan Hasan dilakukan penyidik dengan memeriksa 11 saksi di Mapolres Probolinggo pada Selasa (11/10/2021) kemarin. Dari sebelas saksi yang diperiksa, tiga diantaranya merupakan notaris, yakni Poedji Widajani, I Nyoman Agus Pradnyana, dan Fenny Herawati. Sementara itu, delapan orang lainnya merupakan PNS, yakni Winda Permata Erianti; Nuzul Hudan; Cahyo Rachmad Dany; Ugas Irwanto; Taufiqi; Taupik Alami; Hengki Cahyo Saputra; dan Widya Yudyaningsih.
“Didalami pengetahuan para saksi antara lain terkait kepemilikan aset berupa tanah di beberapa wilayah di Kabupaten Probolinggo,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (11/10/2021).
Meski demikian, Ali belum dapat menyampaikan jumlah bidang tanah yang diduga dimiliki Puput dan Hasan. Selain soal kepemilikan aset tanah, dalam pemeriksaan tersebut, tim penyidik juga mencecar para saksi mengenai aliran gratifikasi yang diterima Puput dan Hasan dari ASN di Pemkab Probolinggo.
“Didalami juga terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh para tersangka yang salah satunya bersumber dari pemberian aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo,” kata Ali.
Diketahui, KPK menetapkan Puput dan Hasan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang. Penetapan ini merupakan pengembangan kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan atau jual beli jabatan penjabat kepala desa (kades) di Pemkab Probolinggo yang menjerat Puput, Hasan, dan 20 orang lainnya.
Dalam kasus jual beli jabatan kades, Puput dan Hasan mematok tarif Rp 20 juta untuk aparatur sipil negara (ASN) yang ingin menjadi pejabat kepala desa. Tak hanya uang Rp 20 juta para calon pejabat kepala desa juga wajib memberikan upeti dalam bentuk penyewaan tanah ke kas desa dengan tarif Rp 5 juta per hektare. (*/cr2)
Sumber: beritasatu.com